RINGKASAN BUKU “METODE-METODE PENELITIAN MASYARAKAT’ Sumber: “Metode-metode Penelitian Masyarakat” (Koentjaraningrat, penyunting) Penulis: Fuad Hasan, Koentjaraningrat Bab I: Beberapa Azas Metodologi Ilmiah Penerbit: Gramedia, cetakan V, 1983 Pembuat Laporan: Johanes Bambang Muljono dan Ita Singkawang Dosen: Johanis Haba, Ph.D. 1. Pendahuluan Salah satu sifat dasar manusia adalah dia selalu ingin tahu. Sikap ingin tahu dalam bahasa Inggris disebut dengan “curiosity”. Dengan sikap ingin tahu tersebut, manusia terus mencari, meneliti dan menyelidiki kenyataan-kenyataan yang dilihat tanpa batas.
Itu sebabnya penelitian atau observasi terus bergulir dari zaman ke zaman. Dalam hal ini kenyataan atau realitas alamiah dilihat manusia dari 2 sudut pandangan. Fuad Hasan dan Koentjaraningrat menyebut 2 sudut pandangan tersebut dengan istilah “dwi rupa”, yaitu: – Alam yang diamati sebagai sesuatu yang bersifat statis.
– Pada saat yang sama alam yang diamati mengalami perubahan-perubahan, dan perkembangan-perkembangan. Dengan 2 kutub tersebut di atas, yaitu aspek alam yang statis dan terus mengalami perubahan, menjadi daya dorong manusia untuk selalu ingin menyingkapkan rahasia alam. Karena itu manusia tidak lagi melihat alam dan kenyataan ini sebagai sesuatu yang “selesai”, tetapi sebaliknya manusia ingin menembus dan menjangkau kemungkinan-kemungkinan di balik kenyataan-kenyataan tersebut. Dalam pengertian ini Fuad Hasan dan Koetjaraningrat menyebut dengan istilah “transendensi”, yaitu: “Dengan perkataan lain, manusia melakukan transendensi terhadap realitas konkret dan menuju ke arah kemungkinan-kemungkinan yang terbayang melalui pengamatan terhadap realitas itu” (Hasan, Fuad dan Kontjaranigrat 1983, 9). Untuk itu Fuad Hasan dan Koetjaraningrat memberi contoh tentang seorang anak yang mengamati-amati sebuah sendok.
Anak tersebut memahami sendok bukan sekedar alat untuk makan, tetapi juga sendok ketika jatuh akan mengeluarkan suara tertentu. Setelah berulang-ulang anak tersebut mendengar bunyi saat sendok jatuh, maka dalam pemikiran anak tersebut akan menyimpulkan bahwa realitas sendok lebih dari pada sekedar alat untuk makan. Karena itu Fuad Hasan dan Koetjaraningrat menyatakan bahwa transendensi terhadap kenyataan itu sebagai suatu proses yang dapat disaksikan secara filogenetis dan ontogenetis. Walaupun demikian tindakan pengamatan dan transendensi tersebut belum memberi kedudukan khusus secara ilmiah. Pengamatan dan transendensi tersebut disebut dengan “kennis”.
Arti “kennis” oleh Fuad Hasan dan Koentjaraningrat dimaknai dengan: “knowledge” (pengetahuan). Tetapi “pengetahuan” tidak sama dengan “ilmu”. Sebab ilmu menuntut beberapa ketentuan, misalnya: pengamatan yang dilakukan harus mengikuti sejumlah pengaturan. Melalui azas pengaturan tersebut “memungkinkan manusia menghimpun dan menemukan hubungan-hubungan yang ada antara realitas yang diamati”. Yang mana azas pengaturan tersebut perlu dilakukan secara konsisten, yaitu “sebagai batasan-batasan yang menentukan tempat fakta-fakta itu dalam suatu bagan”. Karena itulah oleh Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, batasan-batasan yang menentukan tempat fakta-fakta dalam suatu bagan” disebut dengan istilah: “konsistensi azas pengaturan”.
This project is intended to be a resource and reference for other Trek fans - as well as a showcase for the excellent work of both the talented designers and modellers involved with the Star Trek series, and the artists out there who've created the schematics and renderings. If I’ve used your image and haven’t managed to reach you, or I’ve not credited you, my apologies - please. Mark Gill Latest updates: 11th July 2017 - The PDFs now open in a separate window rather than linking to a zip file (use the download button top right to save a copy to your device). I’ve endeavoured to contact as many owners of the images and schematics used as possible to ask permission to use them. Star trek rpg pdf. A full list of sources used is included in the bibliography of each ebook, and the are all well worth checking out.
Konsistensi azas pengaturan terlihat dari kemampuan manusia untuk membuat klasifikasi dari berbagai benda yang ada di sekitarnya. Manusia dapat mengklasifikasi dari sudut fungsi, jenis, atau bahan dari berbagai benda itu. Namun klasifikasi tersebut harus memperlihatkan adanya hubungan fungsionil, jenis atau bahan. Konsep pemikiran ini sejalan dengan Aristoteles yang membagi kehidupan atas 3 tahap, yaitu: – Anima vegetative: suatu kehidupan yang menggejala sekedar tumbuh dan berkembang biak – Anima sensitive: suatu kehidupan yang terjelma dengan kecerdasan tertentu. – Anima intellective: suatu kehidupan yang memiliki potensi untuk menghimpun persepsi-persepsi dalam konepsi-konsepsi yang abstrak. Dalam konteks ini manusia memiliki kemampuan untuk mengubah persepsi kepada suatu konsepsi. Kemampuan untuk membentuk konsepsi tersebut sejalan dengan proses perkembangan individu.
Yang jelas setiap individu dalam proses perkembangannya memiliki kesanggupan untuk menemukan kesamaan-kesamaan umum melalui rangsangan pengamatan. Oleh Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, kemampuan atau kesanggupan manusia untuk menemukan kesamaan-kesamaan umum melalui rangsangan pengamatan disebut dengan: “stimulus generalization”. Dengan kemampuan melakukan “generalisasi” tersebut, manusia membentuk konsepsi-konsepsi melalui kesan-kesan yang diterima melalui pancainderanya. Kemudian melalui konsepsi-konsepsi yang telah terbentuk itu, manusia menyimpan dalam ingatannya sebagai pengetahuan yang bersifat tetap. Setelah itu manusia melihat dan menemukan hubungan antara suatu fakta dengan fakta yang lain.
Dengan metode inilah manusia membangun suatu sistem yaitu: “ilmu”. Jadi “ilmu” lahir karena manusia memiliki kemampuan untuk membentuk dan bekerja dengan konsepsi-konsepsi. Kemampuan untuk membentuk konsepsi tersebut oleh Fuad Hasan dan Koentjaraningrat disebut dengan: “titik Archimedes”.
Melalui konsepsi-konsepsi tersebut justru membantu manusia untuk memahami realitas secara lebih efektif dan efisien. 2. Sistem dan Metode Suatu upaya ilmiah tidak pernah terlepas dari masalah sistem dan metode. Menurut Fuad Hasan dan Koentjaraningrat sistem adalah: “suatu susunan yang berfungsi dan bergerak” (Hasan, Fuad dan Koetjaraningrat. Maksud suatu susunan yang berfungsi dan bergerak di sini adalah suatu susunan dari relasi-relasi yang ada pada suatu realitas. Dalam suatu sistem telah termuat uraian tentang azas pengaturannya (Hasan, Fuad dan Koetjaraningrat. Dalam hal ini suatu cabang ilmu niscaya memiliki obyek, dan obyek yang menjadi sasaran itu umumnya dibatasi.
Karena itu setiap ilmu lazimnya memulai dengan merumuskan suatu batasan (definisi) perihal apa yang hendak dijadikan obyek studinya. Setelah pembatasan atau definisi, maka obyek studi tersebut ditempatkan dalam suatu susunan tertentu, sehingga terlihat jelas bagaimana kedudukannya dengan obyek-obyek atau kenyataan-kenyataan lainnya. Keadaan itulah memungkinkan kerjasama dengan ilmu-ilmu lain (multi-disipliner).
Namun tentunya tidak berarti segala sesuatu yang berupa himpunan data secara sistematik secara otomatis dapat dianggap sebagai suatu karya ilmiah. Contohnya adalah buku telepon yang tersusun secara sistematis berdasarkan abjad berupa nama atau alamat para pelanggan telepon.
Tetapi buku telepon tak pernah disebut sebagai suatu penyusunan karya ilmiah hanya karena sistematisasinya. Suatu sistematisasi ilmu memiliki 2 ciri, yaitu: sistematisasi yang dibuat merupakan hasil dari suatu usaha untuk menemukan azas pengaturan, dan melalui sistematisasi yang telah dibuat itu mampu menjadi titik-tolak penemuan-penemuan baru. Karena itu sistematisasi dalam dunia ilmiah dari satu sisi dapat dapat menjadi “terminus ad quem” (a final limiting point in time), dan di sisi lain merupakan “terminus a quo” (starting point). Karena itu dalam upaya ilmiah, setiap data yang dihimpun dalam suatu sistem tertentu akan menimbulkan tuntutan baru. Sebab keseluruhan susunan itu akan dinilai kritis dan dipertimbangkan apakah sebagai keseluruhan telah lengkap, yaitu telah mencakup segala sesuatu yang seharusnya berada di dalamnya.
Dengan demikian jelas bahwa sistematisasi ilmiah merupakan hasil pengorganisasian data yang mampu membuka perspektif untuk eksplorasi baru (Hasan, Fuad dan Koetjaraningrat. Selain sistem, suatu karya ilmiah juga menuntut adanya metode. Maksud “metode” di sini menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Suatu sistem dari karya ilmiah ditentukan oleh metodologinya. Yang mana metode dipilih berdasarkan obyek studi. Tepatnya obyek studi yang seharusnya menentukan metode, dan bukan sebaliknya.
Selain soal metodologi, karya ilmiah juga menuntut alat kerja (teknik) sebagai perpanjangan metode. Karena itu suatu metode biasanya juga berkaitan dengan “teknik”.
3. Fakta dan Teori Fakta yang diperoleh melalui penelitian ilmiah dapat melalui proses induktif. Maksud proses induktif adalah hasil pengamatan terhadap kejadian-kejadian dan gejala-gejala yang nyata di alam konkret ditarik ke generalisasi-generalisasi di alam yang abstrak. Tepatnya proses induktif merupakan suatu generalisasi abstrak yang diperoleh dari kejadian-kejadian konkret (Hasan, Fuad dan Koetjaraningrat. Dalam ilmu-ilmu sosial, obyek pengamatan dan penelitian adalah gejala-gejala masyarakat yang terjadi dalam kejadian-kejadian yang konkret. Namun untuk memenuhi ketentuan ilmiah, maka kejadian-kejadian sebagai gejala masyarakat tersebut harus dijelaskan secara deskriptif oleh peneliti.
Deskripsi yang telah diabstraksi itu disebut dengan fakta sosial (social fact). Dengan demikian arti “fakta sosial” menunjuk hasil deskriptif yang telah diabstraksi dari kejadian-kejadian konkret sebagai gejala masyarakat.
Kemudian, apabila suatu fakta yang menjadi penyebab dari fakta, maka fakta tersebut disebut dengan istilah “faktor”. Jadi untuk memperoleh “fakta sosial” seorang peneliti harus melakukan analisa dan mengklasifikasikan fakta menurut sistem dan metode ilmiah tertentu. Seluruh upaya analisa dan mengklasifikasikan fakta menurut sistem dan metode tersebut tentunya harus berdasarkan disiplin ilmiah yang ketat. Selain itu dia akan mencari hubungan dan korelasi berdasarkan disiplin ilmu yang juga ketat. Setelah itu barulah dia melakukan tafsiran mengenai pola-pola korelasi tersebut untuk memperoleh pengetahuan yang lebih abstrak lagi. Hasil seluruh proses tersebut disebut dengan: konsep dan teori.
Jadi dalam ilmu, teori merupakan alat yang terpenting. Tanpa teori hanya ada “pengetahuan” belaka, tetapi tidak akan pernah disebut dengan “ilmu pengetahuan” (Hasan, Fuad dan Koentjaraningkrat 1983, 19). Melalui teori, seorang ilmuwan akan dapat: a. Menyimpulkan generalisasi-generalisasi dari fakta-fakta hasil pengamatan b. Memberi kerangka orientasi untuk analisa dan klasifikasi dari fakta-fakta yang dikumpulkan dalam penelitian.
C. Memberi ramalan terhadap gejala-gejala baru yang akan terjadi. D. Mengisi lowongan-lowongan dalam pengetahuan kita tentang gejala-gejala yang telah atau sedang terjadi. Uraian di atas merupakan proses berpikir yang induktif. Namun penelitian ilmiah juga dapat menggunakan proses berpikir yang deduktif. Bagaimanakah proses berpikir yang deduktif?
Proses berpikir deduktif merupakan kebalikan dari proses berpikir induktif. Bila proses berpikir induktif berpijak pada kejadian-kejadian empiris atau faktual yang kemudian diabstrasikan, sehingga melahirkan konsep dan teori. Dengan kata lain metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Tetapi tidaklah demikian proses berpikir deduktif.
Karena proses berpikir deduktif memulai dari alam abstrak ke arah alam yang riel, yaitu fakta-fakta yang konkret. Proses berpikir deduktif mulai dari konsep yang abstrak dan kemudian dibuktikan menjadi sesuatu yang faktual. Jadi metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Dengan menerapkan teori yang diperoleh secara induktif dan deduktif, seorang ilmiawan dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan suatu masyarakat.
Tanggapan Kritis: Dengan mempelajari ulasan yang dikemukakan oleh Fuad Hasan dan Koentjarangningrat, kami sebagai kelompok memperoleh suatu pencerahan untuk senantiasa mencari kebenaran yang seharusnya mengubah kehidupan menjadi lebih baik. Walaupun buku tersebut tergolong lama (tahun 1983), namun tetap mampu memberi suatu penjelasan dan inspirasi yang relevan. Sebagaimana telah dikatakan oleh Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, yaitu bahwa manusia secara alamiah memiliki dorongan ingin tahu tentang hal-hal yang terjadi di sekelilingnya dan mampu mengembangkan menjadi ilmu, maka menurut pendapat kami seharusnya teologi tidak boleh terjebak menjadi suatu “doktrin” yang sifatnya final. Teologi bukanlah ilmu yang sudah selesai, tetapi belum selesai.
Karena itu teologi harus senantiasa mampu mentransendensikan realitas kehidupan dan menguji setiap persepsi sehingga menjadi konsepsi teologis yang mampu dipertanggungjawabkan dan membawa perubahan dalam kehidupan umat/masyarakat. Kita prihatin, bahwa untuk menyatakan kebenaran beberapa pihak pada masa kini masih sering menggunakan legitimasi pengalaman supernatural, seperti: penglihatan, suara Roh Kudus, dan wahyu. Padahal ungkapan atau pernyataan-pernyataan demikian sering lahir dari ketidakmampuan untuk membuat argumentasi teologis yang siap diuji secara kritis. Menurut pendapat kami, ilmu teologi seharusnya mampu memberi perspektif dan eksplorasi yang baru. Sebab selain kita hidup di dunia yang terus berubah dan berkembang, kita juga dipanggil oleh Kristus untuk senantiasa mencari Kerajaan Allah dan kebenaranNya (Mat.
Spiritualitas itulah yang juga dihayati oleh rasul Paulus yang mendorong dia untuk progresif, sehingga dia berusaha mengejar kebenaran. 3:12, rasul Paulus berkata: “Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus”. Selain itu teologi seharusnya juga dapat menjadi ilmu yang mampu berdialog dengan ilmu-ilmu yang lain. Karena teologi bukanlah ilmu yang sifatnya eksklusif atau terasing dari realitas kehidupan. Teologi berbicara tentang penyataan Allah di dalam Kristus yang menghadirkan keselamatan bagi umat manusia. Teologi terintegrasi dalam kehidupan dan eksistensi manusia.
Dengan demikian, teologi dan ilmu-ilmu yang lain dapat saling melengkapi, memperkarya dan membawa kesejahteraan dalam kehidupan bersama. Namun agar dapat berkomunikasi dan bekerja sama secara multi-disipliner, maka teologi juga harus perlu memiliki “konsistensi azas pengaturan” (meminjam istilah Fuad Hasan dan Koentjaraningrkat).
Maksudnya teologi sebagai ilmu wajib memiliki prinsip-prinsip logis dan sistematisasi yang konsisten, sehingga mampu berinteraksi dengan ilmu-ilmu yang lain. Jadi dalam berteologi, setiap teolog harus memperhatikan sistem dan metode ilmiah yang terbuka untuk diuji. Pada sisi lain, teologi tidak dapat lepas dari realitas yang diobservasi, yaitu konteks umat dan masyarakat. Untuk itu teologi dapat menggunakan pola pendekatan induktif dan deduktif. Pola pendekatan induktif, yaitu apabila teologi didasarkan kepada penelitian riel, yaitu kehidupan umat. Dengan kata lain, teologi dibangun berdasarkan hasil deskriptif yang telah diabstraksi dari kejadian-kejadian konkret sebagai gejala kehidupan berjemaat dan bermasyarakat.
Sedang pendekatan deduktif, yaitu apabila teologi didasarkan kepada prinsip-prinsip umum atau abstrak, lalu dibuktikan menjadi sesuatu yang faktual. Dengan pola pendekatan deduktif, misalnya teologi dapat memulai premisnya dari sisi pengajaran dan pengakuan iman gereja, lalu dibuktikan kebenarannya sehingga menjadi sesuatu yang relevan dalam konteks tertentu. Kedua pendekatan tersebut seharusnya dilakukan secara seimbang, sehingga mampu menghasilkan teologi yang relevan dan kontekstual.
METODOLOGI PENELITIAN Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Buku Ajar Perkuliahan Oleh: Prof.Dr. Suryana, M.Si BAB I PENDAHULUAN 1.1 Ilmu Pengetahuan Ilmu pengetahuan ialah sekumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan runtut melalui metode ilmiah. Metode ilmiah atau disebut juga metode penelitian adalah prosedur atau langkah-langkah sistematis dalam mendapatkan pengetahuan. Langkah-langkah sistematis tersebut meliputi:. Mengidentifikasi dan Merumuskan masalah,. Menyusun kerangka Pemikiran,.
Merumuskan Hipotesis,. Menguji hipotesis, dan.
Menarik kesimpulan. Dengan kata lain, metode ilmiah adalah cara memperoleh dan menyususun pengetahuan. Beda Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan terletak pada: “Pengetahuan” adalah bahan ilmu, dan baru bisa menjawab tentang apa, sedangkan “Ilmu Pengetahuan” menjawab tentang mengapa suatu kenyataan atau kejadian”. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan sekumpulan pengetahuan dalam bidang tertentu yang disusun secara sistematis, menggunakan metode keilmuan, dapat dipelajari dan diajarkan, dan memiliki nilai guna tertentu. Syarat ilmu pengetahuan adalah memiliki objek dan metode ilmiah, atau memiliki dimensi/aspek sebagai berikut:. Aspek Ontologis, yaitu berkenaan dengan apa yang dipelajari ilmu atau berkenaan dengan objek studi.
Aspek ontologis berkenaan dengan apa yang ingin diketahui, apa yang dipikirkan atau yang menjadi masalah. Contoh: Aspek ontologis dalam ilmu ekonomi adalah perilaku manusia yang dihadapkan pada persoalan sumber daya manusia yang terbatas, dengan kebutuhan yang tidak terbatas. Aspek Epistimologis, berkenaan dengan bagaimana ilmu mempelajari objek studinya dengan menggunakan metode tertentu, yaitu metode keilmuan atau metode ilmiah yang didukung oleh sarana berfikir ilmiah. Aspek aksiologis, berkenaan dengan aspek gunalaksana atau manfaat ilmu.
Nilai guna ilmu bisa dilihat secara positif dan normatif. Secara positif nilai guna ilmu adalah untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi berbagai fenomena yang sesuai dengan objek studi yang dipelajari. Sedangkan secara normatif, nilai guna ilmu adalah untuk mengendalikan berbagai fenomena kearah yang dinginkan. Secara normatif aspek aksiologis ilmu erat kaitannya dengan pertimbangan nilai, etika dan moral. Dalam penelitian aspek aksilogis digambarkan dalam saran-saraan atau rekomendasi hasil penelitian.
Pada dasarnya merupakan gabungan antara pola berpikir induktif (dari hal-hal yang khusus, dianalisis menjadi hal-hal yang umum) dan pola berpikir deduktif. (dari hal-hal yang umum kepda hal-hal yang khusus). Pola berpikir induktif dan deduktif disebut juga proses “ Logico-hypotetico-verifikatif atau “deducto-hypotetico-verifikatif”, yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:. Merumuskan masalah,. Menyusun kerangka berfikir. Merumuskan hipotesis,.
Menguji hipotesis, dan. Menarik kesimpulan. Secaran garis besar, ilmu pengetahuan terbentuk melalui proses dan tahapan sebagai berikut:. Ilmu mempelajari fenomena. Fenomena-fenomena itu diabstraksikan menjadi konsep dan variabel. Konsep dan variabel itu dipelajari hubungannya berberntuk proporsi yang sifatnya berbentuk hipotesis-hipotesis. Hipotesis diuji secara empirik menjadi fakta.
Jalinan fakta-fakta dalam kerangka penuh arti membentuk teori. Teori-teori inilah yang merupakan ilmu. Di atas telah dijelaskan, bahwa pokok masalah keilmuan adalah meliputi aspek ontologi, aspek epistimologi, dan aspek aksiologis.
Kegiatan ilmiah diawali dengan perumusan masalah dan dan penyusunan kerangka berfikir yang didalamnya termasuk logika dan matematika yang kemudian menghasilkan khasanah pengetahuan ilmiah (di dalamnya termasuk teori dan hasil penelitian empiris). Dari kerangka berpikir tersebut, timbulah hipotesis untuk diuji dengan menggunakan data, analisis, teknik pengujian (statistik) dan dibuat kesimpulan statistis. Jika hipotesis tersebut diterima, maka akan menjadi khasanah pengetahuan ilmiah dan apabila ditolak akan kembali lagi kepada penyususnan kerangka berfikir untuk diulang lagi kehipotesis sampai kesimpulan akhirnya diterima. Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah Bagan Kegiatan Ilmiah Sebagai Suatu Proses dan Metode Keilmuan pada bagan (1.1 ) dan (1.2) sebagai berikut di bawah ini: Ilmu pengetahuan berkembang melalui suatu proses Scientific Research, yang diawali dengan observasi, identifikasi masalah, perumusan kerangka pemikiran, permusan hipotesis, pengujian hipotesis, penguimpulan data, analisis dan interprestasi data, dan penarikan kesimpulan. Ilmu pengetahuan menurut Sekaran (2000:20) adalah sebagai berikut: “ Scientific research focus on the goal of problem solving and pursues a step-by-step logical, organized, and regiorious method to identify problems, gather data, analyze them, and draw valid conclusions therefrom”.
Perhatikanlah proses pengembangan ilmu di bawah ini: Fungsi ilmu, yaitu mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi, dan mengendalikan. Ilmu melaksanakan fungsinya melalui teori yang dikandungnya.
Teori adalah himpunan definisi, konsep dan hipotesis tentang hubungan antar variabel. Ciri utama teori, adalah mengandung makna “jika, maka”. Tujuan teori adalah menjelaskan dan membuat prediksi, sehingga memungkinkan untuk melakukan pengendalian. Sesuai dengan karakteristik ilmu, yaitu rasional, logis, objektif dan terbuka, maka seorang ilmuwan selain harus memiliki syarat-syarat: empirisme, rasionalisme, dan kritisme, juga harus memiliki sikap ilmiah sebagai berikut:. Sikap ingin tahu, yaitu memiliki sikap bertanya atau selalu penasaran terhadap sesuatu yang gelap, yang tidak wajar, dan kesenjangan. Skeptik, yaitu bersikap ragu terhadap pernyataan-pernyataan yang belum kuat dasar pembuktiannya.
Kritis, yaitu cakap dalam menunjukkan batas-batas soal, mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan ( divergensi) dan persamaan- persamaan ( konvergensi), serta cakap menempatkan pengertian- pengertian yang tepat. Objektif, yaitu mementingkan objektivitas (tidak memihak). Fre from etique, bahwa ilmu itu monologis, yaitu menilai apa yang benar dan apa yang salah, tetapi harus memperhatikan apa yang baik dan apa yang buruk bagi kemanusiaan. 1.2 Komponen-Komponen Ilmu Ilmu pengetahuan pada hakekatnya memiliki beberapa komponen sebagai berikut:. Teori, yaitu generalisasi yang telah teruji kebenarannya secara ilmiah. Fakta, keadaan sebenarnya (empirik) yang diwujudkan dalam jalinan dua konsep atau lebih.
Fenomena, yaitu gejala dan kejadian yang ditangkap dengan panca indera (penglihatan, pendengaran, penciuman,perasaan, perabaan), kemudian dijadikan konsep (istilah atau simbul) yang mengandung pengertian singkat dari fenomena,. Konsep, yaitu istilah atau simbul yang mengandung pengertian singkat dari fenomena. Bila fakta yang satu mempengaruhi yang lain di sebut faktor. Hubungan antar faktor disebut proporsi.
Proporsi inilah lazim disebut embrio teori. Bila sifat hubungan yang dimiliki proporsi telah diketahui, maka proporsi tersebut menjadi konsep lanjut (yang lebih tinggi dari konsep awal), yaitu menjadi teori hubungan. Bila teori itu sempat diuji berulang kali dan tetap bertahan, maka meningkat menjadi hukum atau dalil-dalil.
Dalam bagan tampak sebagai berikut: 1.4 Aparatur/Kelengkapan Ilmu Ilmu pengetahuan, selain memiliki komponen-komponen dan struktur, juga memiliki aparatur (kelengkapan-kelengkapan) seperti:. Axioma adalah pangkal dasar berfikir atau konsep dasar suau ilmu, Misal: konsep dasar ilmu pendidikan adalah bahwa setiap orang memiliki potensi yang dapat dikembangkan, konsep konsep dasar entrepreneurship adalah tantangan, konsep dasar ilmu ekonomi adalah suatu situasi dimana terdapat scarcity meants. Data adalah fakta-fakta sebagai bukti empirik. Ada tiga macam data, yaitu:. Faktor endowment, yaitu faktor yang dianggap lestari (tidak bisa diubah oleh suatu disiplin ilmu tertentu). Variabel yaitu setiap gejala yang bisa diukur ( ada gejala yang tidak bisa diukur misalnya selera).
Semua variabel terukur menurjut objektivitas, realiabilitas ilmiah dan validitas ilmiah. Faktor Given, yaitu faktor yang dianggap relatif tetap(biasaanya dijadikan suatu asumsi dasar untuk keberlakuan hukum dalam ilmu pengetahuan). Metode Berfikir ( method of thinking) terdiri dari:.
Deduksi, yaitu membahas dari hal-hal yang umum dianalisis sampai dengan hal-hal yang khusus. Induksi, yaitu data-data dianalisis untuk mebuat generalisasi. Sistensis, yaitu paduan keduanya baik untuk verivikasi teori maupun untuk verifikasi dan generalisasi. Kelengkapan ilmiah lainnya,meliputi;. Model-model, misal model fungsi, model persamaan, model tabel, model grafik, model diagram, dll.
Alat berfikir, misal grafis, diagramatis, statistis dan matematis. Postulat ilmu terdiri dari hukum dasar yang jelas baik bersifat kausalitas maupun fungsionalitas. Teknik penalaran (method or reasioning), misal dalam ilmu ekonomi dapat disajikan dalam bentuk verbal, diagramatis, matematis, statistis dan grafis. Objek ilmu, setiap ilmu memiliki objek yaitu suatu objek yang dipelajari ilmu. Misal cara/tindakan manusia dalam memperoleh dan menggunakan barang dan jasa yang terbatas, cara mengalokasikan sumber daya, cara mempelajari perilaku, cara mengatasi, cara mengendalikan. Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksikan, mendeskripsikan, dan mengendalikan.
Misal, fungsi ilmu ekonomi:. Menjelaskan, memprediksi dan mendeskripsikan tentang cara mencapai kemakmuran dan keadilan;. Menjelaskan dan mendeskripsikan cara memcahkan semua problematika ekonomi baik secara etis maupun etis. Problem/masalah, semua ilmu pengetahuan diawali dengan adanya problem. Misal, problem dalam ilmu ekonomi adalah sumberdaya yang terbatas sedangkan kebutuhan manusia tida terbatas. BAB II KEGIATAN ILMIAH 2.1 Pentingnya Penelitian Penelitian sebagai suatu kegiatan ilmiah merupakan asspek penting bagi kehidupan suatu manusaia. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa alasan sebagai berikut:.
Tuntutan kebutuhan manusia sebagai mahluk sosial terus berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia selalu berusaha untuk mencoba menemukan, menghasilkan, dan menerapkan berbagai pengetahuannya termasuk penemuan dibidang teknologi dan inovasi. Penemuan dibidang teknologi dan inovasi telah mendorong para ilmuwan untuk terus meneliti, mengembangkan penemuan- penemuannya. Selain didorong oleh rasa ingin tahu, para peneliti juga didorong oleh adanya tuntutan praktis di lapangan. Eskalasi perkembangan tuntutan praktis dengan jelas tidak lepas dari invensi dan inovasi, serta kegiatan penelitian yang terus menerus.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong invensi-invensi-invensi. Inivensi-invensi inilah yang mendorong perkembangan inovasi dan telah menjadikan suatu bangsa semakin maju dan berkembang.
Invensi-invensi (penemuan baru) timbul karena adanya dorongan untuk mengadakan penelitian-penelitian ilmiah. Penelitian-penelitian ilmiah itulah yang didorong oleh keingintahuan dan tuntutan praktis. 2.2 Pendekatan Untuk Memperoleh Kebenaran Filsafat ilmu merupakan pengetahuan tentang hakikat kebenaran suatu ilmu. Filsafat mempelajari akal budi manusia, yang salah satu cirinya adalah selalu ingin tahu terhadap berbagai hal dan persoalan yang belum diketahui dan difahaminya. Karena dorongan ingin tahu itulah, maka manusia selalu mengajukan berbagai pertanyaan-pertanyaan, seperti apa (what), mengapa (why), dan bagaimana (how). Untuk memperoleh jawaban dan kebenaran dari berbagai pertanyaan tersebut di atas, ada tiga cara atau pendekatan yang lazim digunakan, yaitu:. Penemuan kebenaran melalui Pendekatan Wahyu.
Kebenaran yang didasarkan pada wahyu merupakan kebenaran mutlak (absolut), karena didasari oleh keyakinan dan kepercayaan. Kebenaran kitab suci ( misalnya Al-quran) bagi umat islam merupakan wahyu dari Allah yang kebenarannya mutlak. Karena kebenaran itu mutlak, maka kebenaran tersebut tidak perlu dipertanyakan dan diuji lagi. Misalnya, Allah itu ada, Esa, adil dan maha penguasa alam semesta.
Penemuan Kebenaran Melalui Pendekatan Non-Ilmiah. Peneman kebanaran pengetahuan tidak selalu melalui prosedur dan proses ilmiah, tetapi juga bisa lelui pendekatan non-ilmiah.
![]()
Pendekatan kebenaran non-ilmiah diperoleh melalui akal sehat, kebetulan, intuitif, trial and error, otoritas dan kewibawaan. Penemuan kebenaran melalui pendekatan akal sehat, Pendekatan ini biasanya kurang dapat diterima sebagai kebenaran ilmiah. Hal tersebut menurut Kerlinger (1992: 4-8) disebabkan:. Penggunaan teori-teori dan konsep-konsep dalam pengertian yang longgar;. Hasil pengujian hipotesis secara selektif karena semata-mata cocok dengan hipotesisnya;.
Kurang memperhatikan kendali atau kontrol terhadap sumber-sumber pengaruh di luar yang dipersoalkan;. Dalam menjelaskan hubungan antar fenomenaa-fenomena tidak begitu tajam dan kurang hati hati. Kebenaran yang diperoleh melalui akal sehat biasanya ditemukan dan digunakan dalam kehidupan praktis. Misalnya, kebenaran tentang pengaruh pendapatan seseorang terhadap tingkat konsumsinya. Penemuan kebenaran melalui pendekatan kebetulan Penemuan kebenaran melalui pendekatan kebetulan bukanlah kebenaran yang diperoleh secara ilmiah, tetapi memang secara kebetulan menemukan, misalnya penemuan obat sakit malaria (pohon kina), yang secara kebetulan. Penemuan pohon kina sebagai obat malaria sebagai kebenaran telah diterima oleh kalangan masyarakat termsuk masyarakat ilmiah.
Penemuan kebenaran melalui pendekatan trial and error Penemuan kebenaran melalui pendekatan trial and error dilakkukan oleh manusia secara aktif dengan cara mengulang- ulang pekerjaannya sampai ditemukan suatu kebenaran tertentu. Dalam melakukan pekerjaan ini, manusia melakukan kegiatan tanpa adanya suatu tuntunan atau pedoman sistematis seperti pada penelitian ilmiah, tetapi secara untung-untungan menemukan kebenaran tertentu, misalnya seseorang yang menemukan cara mengajar yang paling efektif karena ia telah mengajar secara terus menerus. Penemuan kebenaran melalui pendekatan intuitif, Penemuan kebenaran melalui pendekatan intukitif diperoleh melalui proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berfikir ilmiah. Penemuan kebenaran ini pada umumnya diperoleh sangat cepat. Misalnya, penemuan kebenaran. Penemuan kebenaran melalui pendekatan otoritas dan kewibawaan, Penemuan kebenaran melalui pendekatan otoritas dan kewibawaan muncul dari pernyataan-pernyataan mereka yang memegang otoritas atau yang memiliki kewibawaan tertentu, misalnya pernyataan dari seorang ilmuwan dalam suatu forum ilmiah atau pernyataan seseorang yang menjadi kunci dalam kelompok tertentu.
Pernyatan –pernyataan mereka diterima begitu saja tanpadiuji terlebih dahulu. Penemuan kebenaran melalui Pendekatan Ilmiah Penemuan kebenaran melalui Pendekatan Ilmiah, yaitu kebenaran yang diperoleh dari proses berfikir dan prosesdur ilmiah seperti telah dikemukakan di bagian terdahulu, yaitu diawali dengan merumuskan masalah, merumuskan kerangka pemikiran, merumuskan hipotesis, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan. Dalam penemuan kebenaran melalui metode ilmiah, ada beberapa kriteria metode ilmiah yang harus diperhatikan, diantaranya:. Berdasarkan fakta,. Pertimbangan objektif,. Sifatnya kuantitatif,. Logika deduktif–hypotetik,.
Logika hipotetik-generalisasi. Selain kriteria di atas, ada prinsip-prinsip kegiatan penelitian yang harus diperhatikan, yaitu:. Kegiatan penelitian merupakan usaha sadar memalui proses berfikir ilmiah dalam mencari kebenaran. Kegiatan peneltian harus dilakukan secara hati-hati melalui prosedur kerja yang teratur, sistematis dan terkontrol sehingga kondisi ini akan menumbuhkan keyakinan kritis mengenai hasil penelitian. Kegiatan penelitian adalah suatu kegiatan yang mengkaitkan antara penalaran dan empiris atau atara teori, konsep, ilmu pengetahuan dengan empiris (kenyataan). Kegiatan Penelitian harus memperhatikan beberapa nilai seperti netralitas emosiaonal, universalisme, keterbukaan, kemandirian, dan kekuatannya terletak pada argumen.
2.3 Macam-Macam Bentuk Penelitian Pada umumnya penelitian dapat dibedakan kedalam dua jenis, yaitu penelitian menurut sifat masalahnya dan menurut tujuannya. 2.3.1 Bentuk Penelitian Menurut sifat masalahnya (Dirjen Dikti, 1981):. Penelitian Historis; bertujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau, secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, dan mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta-fakta dan bukti-bukti guna memperoleh kesimpulan yang akurat. Contoh Penelitian Historis:. Studi tentang Praktek Bawon di Pulau Jawa. Penelitian Deskriptif; bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, dan sifat-sifat populasi daerah tertentu. Apabila, diambil beberapa sampelnya saja, diseebut survey deskriptif.
Contoh Penelitian Deskriptif:. Studi tentang kebutuhan pendidikan keterampilan di Daerah X. Survey Pendapat Umum Tentang Sikap Berhemat Masyarakat. Penelitian Tentang Daya Serap Siswa SMA dalam Pelajaran X.
Penelitian Perkembangan (Development Research); bertujuan untuk menyelidiki pola urutan pertumbuhan atau perubahan sebagai fungsi waktu. Contoh Penelitian Perkembangan:.
Studi Longitudinal Pertumbuhan yang Mengukur Sifat-sifat Perubahan X. Studi Cross-sectional Tentang Sifat-sifat Pertumbuhan X. Studi Kecenderungan Tentang Pola-pola Perubahan X.
Penelitian Kasus dan Penelitian Lapangan (Case Study and Field Research); bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial: Individu, kelompok dan masyarakat. Penelitian ini cirinya bersifat mendalam tentang suatu unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisisir. Contoh Penelitian Kasus dan Penelitian Lapangan:. Studi Kasus yang dilakukan Piaget tentang Perkembangan Kognitif pada Anak-anak. Studi Kasus tentang Pola Konsumsi Masyarakat Kota dan Pola- pola Kehidupannya.
Studi Lapangan yang tentang Kelompok Masyarakat Terpencil. Penelitian Eksperimen; bertujuan utnuk menyelidiki kemungkinan sebab akibat dengan cara mengenakan kepada suatu atau lebih kondisi perlakukan dan membandingkan hasilnya dengan sssuatu atau lebih kelompok kontrol. Contoh Penelitian Eksperimen:. Eksperimen tentang gejala-gejala alam.
Penelitian Korelasional, bertujuan untuk meneliti sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktorberkaitan dengan variasi-variasi faktor lain berdasarkan koefisien korelasi. Contoh Penelitian Korelasional:. Studi tentang Hubungan antara Pola Belajar dengan Prestasi Belajar. Penelitian Kausal Komparatif, bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan sebab akibat terjadinya suatu fenomena. Contoh Penelitian Kausal Komparatif:. Studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan efisisensi perusahaan.
Penelitian Tindakan (action research), yaitu bertujuan untuk mengembangkan keterampilan-keteraampilan baru atau cara-cara pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan cara penerapan langsung didunia kerja atau dunia aktual yang lain. Contoh Penelitian Tindakan:. Penelitian tentang Program “Inservice-Training” untuk melatih para Penyuluh Pertanian Lapangan. Penelitian Tindakan Kelas oleh Guru-Guru di SMU 2.3.2 Berdasarkan Tujuannya (Rusidi, 1991):. Penelitian Penjajagan (Eksploratif), yaitu penelitian yang masih terbuka dan masih mencari unsur-unsur, ciri-ciri, sifat-sifat (UCS).
Penelitian ini biasanya belum memiliki hipotesis dan kerangka pemikiran. Untuk mengalirkan fikiran peneliti, biasanya digunakan pendekatan masalah dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian, bukan kerangka pemikiran. Penelitian Penjelasan (Eksplanatory) atau Confirmatory), yaitu penelitian yang menyoroti hubungan antar variabel dengan menggunakan kerangka pemikiran terlebih dahulu, kemudian dirumuskan dalam bentuk hipotesis. Penelitian Deskriptif (Dvelopmental), yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu atau frekuensi terjadinya sesuatu aspek fenomena sosial tertentu, dan untuk mendeskripsikan fenomena tertentu secara terperinci (Masri Singarimbun, 1982). Penelitian ini biasanya tanpa menggunakan hipotesis yang dirumuskan secara ketat, tetapi adakalanya ada yang menggunakan hipotesis tetapi bukan untuk diuji secara statistik. 2.3.3 Menurut Pendekatannya (Masri Singarimbun (1982):.
Buku Metodologi Penelitian
Penelitian Eksperimen. Penelitian Evaluasi. Penelitian Grounded Research. Analisis data Sekunder. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode ilmiah adalah prosedur atau lagkah- langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Jadi metode penelitian adalah cara sistematis untuk menyususn ilmu pengetahuan. Sedangkan teknik penelitian adalah cara untuk melaksanakan metode penelitian.
Metode penelitian biasanya mengacu pada bentuk-bentuk penelitian. 3.1 Macam-macam Metode Penelitian Mengacu pada bentuk penelitian, tujuan, sifat masalah dan pendekatannya ada empat macam metode penelitian:.
Metode Eksperimen (Mengujicobakan), adalah penelitian untuk menguji apakah variabel-variabel eksperimen efektif atau tidak. Untuk menguji efektif tidaknya harus digunakan variabel kontrol.
Penelitian eksperimenadalah untuk menguji hipotesis yang dirumuskan secara ketat. Penelitian eksperimen biasanya dilakukan untuk bidang yang berssifat eksak. Sedangkan untuk bidang sosaial bisanya digunakan metode survey eksplanatory, metode deskriptif, dan historis. Metode Verifikasi (Pengujiaan), yaitu untuk menguji seberapa jauh tujuan yang sudaah digariskan itu tercapai atau sesuaai atau cocok ddengan harapan atau teori yang sudah baku.
Tujuan daari penelitian verifikasi adalah untuk menguji teori-teori yang sudah ada guna menyususn teori baru dan menciptakan pengetahuan-pengetahuan baru. Lebih mutaakhirnya, metode verifikasi berkembang menjadi grounded research, yaitu metode yang menyajikan suatu pendekatan baru, dengan data sebagai sumber teori (teori berdasarkan data). Metode Deskriptif (mendeskripsikan), yaitu metode yang digunakan untuk mencari unsur-unsur, ciri-ciri, sifat-sifat suatu fenomena. Metode ini dimulai dengan mengumpulkan data, mengaanalisis data dan menginterprestasikannya.
Metode deskriptif dalam pelaksanaannya dilakukan melalui: teknik survey, studi kasus (bedakan dengan suatu kasus), studi komparatif, studi tentang waktu dan gerak, analisis tingkah laku, dan analisis dokumenter. Metode Historis (merekonstruksi), yaitu suatu metode penelitian yang meneliti sesuatu yang terjadi di masa lampau. Dalam penerapannya, metode ini dapat dilakkan dengan suatu bentuk studi yang bersifat komparatif-historis, yuridis, dan bibliografik. Penelitian historis bertujuan untuk menemukan generaalisasi dan membuat rekontruksi masa lampau, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi serta mensintesiskan bukti-bukti untuk enegakkan fakta-fakta dan bukti-bukti guna memperoleh kesimpulan yang kuat. 3.2 Langkah-langkah Penelitian (Proses Kegiatan Ilmiah) 1.
Mengidentikasi, Memilih dan merumuskan Masalah 1.1 Mengidentifikasi Masalah. Mengidentifikasi masalah adalah mencari masalah yang paling relevan dan menarik untuk diteliti. Masalah dapat dicari melalui “Pancaindera”, yaitu pengamatan, pendengaran, penglihatan, perasaan, dan penciuman. Permasalahan ada kalau ada kesenjangan (gap) antara das sollen dan das sein, yaitu ada perbedaan antara apa yang seharusnya dengan apa yang ada dalam kenyataan, antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara harapan dan kenyataan.
Masalah berkaitan dengan suatu kondisi yang mengancam, mengganggu, menghambat, menyulitkan, yang menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. “ A problem as any situation where a gap exist between the actual and the desire d ideal state (Sekaran, 1992). 1.2 Sumber Masalah Masalah dapat diperoleh dari sumber-sumber sebagai berikut:. Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan penelitian. Seminar, diskusi dan lain-lain pertemuan ilmiah. Pernyataan pemegang otoritas. Pengamatan sepintas.
Pengalaman pribadi. Perasaan intuitif.
1.3 Memilih Masalah/Pembatasan Dalam mengidentifikasi masalah biasanya dijumpai lebih dari satu masalah, dan tidak semua masalah dapat/layak diteliti. Oleh sebab itu perlu diadakan pemilihan/pembatasan masalah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih masalah:.
![]()
Masalah tersebut layak atau tidaknya untuk diteliti, tergantung pada:. Ada/tidaknya sumbangan terhadap teori dan ada/tidaknya teori yang relevan dengan itu,. Ada/tidaknya kegunaan untuk pemecahan masalah-masalah praktis. Managebility,yaitu. Cukup dana,. cukup waktu,.
cukup alat,. cukup bekal kemampuan teoritis, dan. cukup penguasaan metode yang diperlukan.
1.4 Merumuskan Masalah 1. Setelah masalah diidentifkasi dan dipilih/dibatasi, selanjutnya masalah tersebut hendaknya:. Dirumuskan dalam kalimat tanya (?) yang padat dan jelas.
Memberikan petunjuk tentang kemungkinan pengumpulan data guna menjawab pertanyaan dalam rumusan tersebut. Contoh:. Apakah diversifikasi usaha lebih lebih berhasil daripada intensifikasi usaha?. Bagaimana hubungan tingkat pendidikan dengan produktivitas kerja karyawan?
Penyususnan Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran adalah konstruksi berfikir yang bersifat logis dengan argumentasi yang konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun. Menurut Rusidi (1993), kerangka berfikir berarti menduduk-perkarakan masalah dalam kerangka teoritis (theoritical framework) atau disebut juga proses deduktif. Untuk menyusun kerangka pemikiran, perhatikanlah hal-hal berkut ini: (1) Cari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang relevan untuk dijadikan landasan teoritis dalam penelitian. Teori- teori dan konsep-konsep tersebut berasal dari acuan umum yaitu dari kepustakaan seperti buku teks, ensiklopedia, monografh dan sejeneisnya. Sedangkan generalisasi dapat ditarik dari laporan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan masalah yang diteliti. Kriteria sumber bacaan adalah prinsip kemutakhiran (recency) dan relevansi.
Menurut Rusidi (1993), tahap penguraian teori yang menjadi titik tolak berfikir untuk menjawab masalah kepada konsep-konsep yang mengabstraksikan fenomena, disebut tahap conceptioning. (2) Dari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi tersebut, lakukan perincian analisis melalui penalaran deduktif.
Sedangkan dari hasil-hasil penelitian yang terdahulu dilakukan pemaduan (sistesis) dan generalisasi melalui penalaran induktif. Proses deduksi dan induksi itu dilakukan secara iteratif, sehingga dihasilkan jawaban yang paling mungkin terhadap masalah. Jawaban inilah yang dijadikan hipotesis penelitian. Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang jawabannya harus diuji. Hipotesis dirangkum atau diturunkan dari kerangka pemikiran/kesimpulan teoritis. Ada dua jenis hipotesis:. Hipotesis Deskriptif, yaitu hipotesis yang menunjukan pemaknaan suatu konsep dari sautu teori.
![]()
Hipotesis Verivikatif, yaitu hipotesis yang mengubungkan atau mempetautan dua veriabel atau lebih untuk diuji. Hipotesis verifikatif hendaknya menyatakan pertauatan dua variabel atau lebih. Hipoteis dinyatakan dalam kalimat deklaratif/pernyataan yang jelas, padat dan spesifik. Harus teruji/dapat diuji. Menguji Hipotesis Secara Empirik. Menguji dengan alat statistik inverensial dan statistik deskriftif, untuk membuktikan apakah teori-teori tersebut teruji secara meyakinkan (significant) atau tidak berdasarkan hasil uji fakta-fakta secara empirik (Penelitian Kuantitatif). Menguji dengan tanpa statistis untuk mencari pemaknaan (Penelitian Kualitatif).
Comments are closed.
|
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |